BAB I
PENDAHULUAN
“Kita hidup
dengan iman, bukannya dengan penglihatan” hal ini terang sekali, kalau kita
memikirkan eskatologi.
Eskatologi adalah bagian dogmatika, yang
membicarakan pernyataan Kitab Suci tentang hal-hal yang terjadi sesudah orang
meninggal dan hal-hal yang akan terjadi pada zaman yang terakhir (ta eschata=
hal-hal yang terakhir). Hal-hal yang mahapenting yang harus diperhatikan
sungguh-sungguh dalam memikirkan eskatologi ialah, bahwa cara berfikir kita
harus selalu teosentris. Terutama
kita disini diancam bahaya karena keinginan untuk mengetahui akan hal-hal yang
berhubungan dengan nasib kita sesudah mati. Pernyataan-pernyataan yang banyak
timbul hanya menampakkan keinginan ini dengan jelas sekali bukan teosentris melainkan egosentris. Umpamanya: apakah saya akan
mengenal orang-orang yang saya cintai sekarang? Kalau tidak menjumpai mereka
apakah kebahagiaan dapat menjadi sempurna?
Hal yang kedua harus diingat ialah, bahwa “keinginan
mengetahui” tadi juga menimbulkan keinginan untuk memperhitungkan, oleh karena kita ingin tahu kapankah Tuhan Yesus
datang kembali.
Padahal kitab suci tidak memberi bahan-bahan
perhitungan. Hanya kepastian dari hal-hal yang dinyatakanlah yang harus kita
pegang. Kitab suci tidak boleh menjadi pendorong dalam perhitungan waktu,
tetapi harus menjadi pendorong untuk berjaga.
BAB II
ESKATOLOGI (AKHIR ZAMAN)
Dalam Luk.
1:54,55 Maria mengucapkan keyakinannya, bahwa dengan akan dilahirkannya Kristus
itu Tuhan Allah berkenan menolong Israel dengan mengingat rahmatNya seperti
yang telah dijanjikan kepada nenek moyang Israel (bnd. Luk. 1:68,69,70-79; dll). Kata-kata ini menunjukkan, bahwa
kedatangan Kristus adalah pemenuhan janji Allah yang telah dijanjikan kepada
Abraham dan kepada keturunannya. Apa yang pada zaman-zaman dahulu menjadi
rahasia, sekarang dengan kedatangan Kristus telah diberitahukan kepad umum. Apa
yang dahulu masih gelap, sekarang dengan kedatangan Kristus telah menjadi
terang. Oleh karena itu zaman-zaman yang dahulu itu berbeda sekali sifat dan
keadaannya jikalau dibandingkan dengan zaman setelah Kristus dilahirkan.
Zaman sejak Kristus dilahirkan, zaman kristus atau
zaman Mesias ini, adalah zaman keselamatan, zaman yang didalam urutan-urutan
segala zaman atau di dalam urutan-urutan sejarah manusia mewujudkan zaman yang
berbeda sendiri, yang memiliki ciri tersendiri, yang menentukan zaman-zaman
yang mendahuluinya. Zaman taurat dan zaman para nabi diakhiri hingga zaman Yohanes Pembabtis. Sesudah itu dimulailah
zaman baru (Mat 11:13; Luk 16:16).
Zaman Mesias ini disebut: penyelesaian zaman (synteleia toon aioonoon, Ibr 9:26),
akhir masa (eskhaton toon khronoon, I
Pet 1:20), saat terakhir (eskhate hoora,
I Yoh 2:18),akhir zaman (tele toon
aioonoon, I Kor 10:11).
Menurut Alkitab keselamatan pada zaman akhir ini
memiliki dua segi, yaitu bahwa pada akhir ini telah ada keselamatan, akan
tetapi di lain pihak dikatakan juga bahwa keselamatan masih di depan kita atau
belum ada. Artinya: keselamatan dengan segala hubungannya, yang hingga sekarang
telah diberikan oleh Tuhan Allah kepada orang beriman. Oleh karena itu zaman
sekarang ini, atau zaman akhir ini, disebut dimana “kita hidup karena percaya”
(II Kor 5:7). Orang beriman masih hidup dalam pengharapan akan menerima
kesempurnaan keselamatannya (Rm 5:2).
Akhir zaman bersamaan dengan kedatangan Kristus yang kedua kali, digambarkan sebagai puncak
segala sesuatu, sebagai tindakan Tuhan Allah yang baru, yang dilaksanakan
dengan kuat kuasaNya. Jadi akhir zaman bagi Alkitab bukan hal yang penting,
yang hanya berfungsi sebagai penutupan segala kejadian yang biasa saja, bukan.
Akhir zaman adalah musim penuaian untuk memisahkan yang baik dan yang jahat
(Mat 13:39,40,49; 23:3; 28:20), atau kegenapan waktu untuk mempersatukan segala
sesuatu di dalam Kristus sebagai kepala, baik yang disorga maupun yang di bumi
(Ef 1:10).
Oleh karena itu maka dalam 1 dan 2 Tes. Dan dalam 1
Kor 15 mata harapan orang beriman harus diarahkan kepada akhir zaman. Disitulah
kemah tempat kediaman kita di bumi akan
di bongkar dan diganti dengan tempat kediaman di sorga, sutu tempat kediaman
yang kekal (I Kor 5:1), atau di situlah tubuh alamiah kita akan dibangkitkan
menjadi tubuh rohaniah (I Kor 15:44), atau di situlah tubuh kita yang hina akan
diubah hingga serupa dengan Tubuh Kristus yang mulia (Flp 3:21), dll.
Keadaan
orang sudah ia meninggal dan sebelum kedatangan Tuhan Yesus kembali.
Dalam PL kita menjumpai kata sye-ul. Sye-ul menurut
pandangan PL adalah tempat yang ada di bawah dunia ini (Ul 32:22; Yes 14:9). Ke
sanalah perginya orang mati (Mzm 89:49), di sana tidak ada lagi suatu perbuatan
(Pkh 9:10), di sana Tuhan tidak dipermuliakan (Yes 38:18; Mzm 6:6). Sye-ul bukan tempat kebahagiaan, malahan
tempat yang menjauhkna dari kebahagiaan yang dicita-citakan pada orang saleh. Sye-ul tidak tepat kalau diterjemahkan
dengan neraka, akan tetapi terjemahan lebih tepat ialah dengan dunia maut, alam
maut, kekuasaan maut.
Pengharapan dalam perjanjian lama adalah kebahagiaan
sesudah mati. Kebahagiaan ini tempatnya dekat tahta Tuhan saja, di hadapan
Tuhan juga kepad tempat dekat dengan Tuhan, di mana ia dapat melihat wajah
Tuhan dan menjadi puas dengan rupa Tuhan (Mzm 17). Dan hamba Tuhan dalam PL
percaya, bahwa Tuhan akan mengangkatnya ke dalam kemuliaan sesudah ia mati (Mzm
73:24; 49:16). Pengharapan dan kepercayaan ini juga diungkapkan oleh Ayub
(19:25-27) dan Yesaya (29:19)
Dalam PB hades
adalah tempat kemana segala orang datang sesudah mati, baik yang namanya tertulis di dalam kitab kehidupan,
maupun yang tidak. (Why 20:15). Oleh karena itu hades juga bukan neraka melainkan alam maut.
Ada dua kemungkinan bagi orang sesudah mati: ke
Firdaus atau ke Neraka perginya. Nama “Firdaus” dipakai dalam Lukas 23:43 oleh
Tuhan Yesus Sendiri dan kemudian kita baca dalam 2 Korintus 12:4 dan Wahyu 2:7
“Firdaus” adalah sama dengan “sorga”.
Bagi “neraka” dalam Perjanjian Baru terdapat
kata-kata phulake (1 Pet 3:19), abussos (Rm 10:7), dan ge-enna (Mark 9:43) dan juga rangkaian kata-kata: “lautan api
yang bernyala oleh belerang” (Why 19:20) dan “kegelapan yang paling dahsyat” (2
Pet 2:17). Di sinilah tempat penderitaan hukuman yang kekal.
Asal-usul dan perkembangan angka 666 dalam sejarah
Dalam sistem ibadah mereka,
mereka memiliki 37 dewa-dewi utama, dan salah satunya, yaitu Dewa Matahari,
adalah yang terutama di antara semuanya. Orang-orang Babel percaya angka-angka
mengandung kekuatan atas dewa-dewi yang mereka sembah. Dalam sistem ibadah mereka, mereka memiliki 37
dewa-dewi utama, dan salah satunya, yaitu Dewa Matahari, adalah yang
terutama di antara semuanya. Orang-orang Babel percaya angka-angka mengandung
kekuatan atas dewa-dewi yang mereka sembah.
Tentu saja, mereka harus menciptakan angka-angka yang
dapat mereka pakai untuk mengidentifikasi dewa-dewi itu supaya mereka dapat
menguasai dewa-dewi itu. Untuk melakukan ini, mereka menghitung dewa-dewi
mereka dan mengkaitkan sebuah angka pada masing-masing ke-36 dewa-dewi yang lebih
rendah derajatnya dari Dewa Matahari, lalu menjumlahkan semua angka-angka
ini (dari 1 hingga 36) dan memberikan angka hasil penjumlahan itu kepada
Dewa Matahari (dewa yang ke-37).
Dewa pertama yang mereka
identifikasi diberi nomor 1, dewa kedua diberi nomor 2, seterusnya sampai 36.
Mereka menghitungnya seperti ini:
1 + 2 + 3 + 4 +
5 + 6 + 7 + 8 + 9 + 10 + 11 + 12 + 13 + 14 + 15 + 16 + 17 + 18 + 19 + 20 + 21 +
22 + 23 + 24 + 25 + 26 + 27 + 28 + 29 + 30 + 31 + 32 + 33 + 34 + 35 + 36 = 666 (Dewa Matahari,
dewa
ke-37)
Jadi, angka 666 muncul di dunia ini karena praktik
ibadah penyembahan dewa dan astrologi bangsa Babel kuno.
Ditulis
sejak kuliah di STAKPN Tarutung
joya shoes 959v0tljxz490 outdoor,INSOLES,Joya Shoe Care,walking,fashion sneaker,boots joya shoes 100p2lfzkf572
BalasHapus